Demo Tolak John Kei | Preman vs Preman |
"Kami melihat adanya kesalahan prosedur atas penangkapan John Kei," ucap Tofik saat dihubungi Tempo pada Senin, 20 Februari 2012.
Ia mengatakan pengajuan gugatan praperadilan ini diajukan karena pada saat penangkapan, polisi tidak dapat menunjukkan surat penangkapan. "Pada saat penangkapan, Jumat, 17 Februari 2012, John Kei meminta surat penangkapan, tetapi polisi tidak bisa menunjukkan," ucap Tofik.
Menurut dia, polisi baru memberikan surat penangkapan pada Minggu, 19 Februari 2012 malam kepada dirinya. "Selain itu, kami juga menilai penembakan terhadap John Kei dinilai mengada-ada," ucap Tofik. Dalam berkas gugatan praperadilan, pihak John Kei juga akan memasukkan poin penembakan tersebut. John Kei ditembak di betis kanannya pada saat polisi menangkap dirinya di salah satu kamar Hotel C'One, Pulomas, Jakarta Timur.
Keluarga John Kei, menurut Tofik, datang ke Komnas HAM untuk melaporkan tindakan polisi yang melarang keluarga bertemu. "Tugas kami sebagai kuasa hukum John Kei adalah menempatkan kasus tersebut dalam porsinya," ucapnya. Artinya, menurut Tofik, walaupun John Kei berstatus sebagai terduga, dia juga harus mendapatkan keadilan di mata hukum.
Polisi tahu John Kei melakukan pembunuhan berencana
Kepolisian Daerah Metro Jaya menjerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana terhadap John Kei, tokoh pemuda asal Maluku dan kelima anak buahnya. John bersama anak buahnya dianggap bertanggung jawab dalam kematian Tan Harry Tantono alias Ayung (45), Direktur Utama PT Sanex Steel Indonesia (SSI).
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Toni Harmanto, mengakui pihaknya memiliki cukup bukti untuk menjerat John Kei dkk dengan Pasal 340 KUHP. "Ini berencana karena dengan sengaja sudah ada persiapan sebelumnya. Kami melihat niatnya, kalau sudah berniat dan ada persiapannya itu direncanakan," kata Toni, Rabu (22/2/2012), di Mapolda Metro Jaya.
Hal lain yang menjadi alat bukti kepolisian yang menunjukkan pembunuhan ini direncanakan adalah rekaman kamera CCTV. Di dalam rekaman itu, ada jeda waktu antara John Kei masuk lalu Ayung masuk ke dalam kamar yang sama sampai akhirnya Ayung ditemukan tak bernyawa dengan 32 luka tusuk di tubuhnya.
"Berdasarkan keterangan forensik rekaman itu asli tidak ada editan," ujarnya. "Pisau juga berdasarkan pengakuan tersangka dibawa dari luar. Jadi ini memang sudah direncanakan. Pisau itu dibawa oleh lima tersangka lainnya," kata Toni.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, juga menjelaskan, bukti kuat bahwa pembunuhan Ayung sudah direncanakan jauh-jauh hari semakin kuat dengan fakta bahwa kamar itu dipesan atas nama SM.
"SM yang pesan kamar itu. SM juga adalah salah satu kelompok pelaku yang masih kami kejar. Bisa saja kamar itu jadi tempat eksekusi," tuturnya.
Toni mengatakan, dugaan pembunuhan ini direncanakan akan semakin kuat dengan adanya perkiraan waktu kematian. "Waktu kematian itu yang kemudian dicocokan dengan kedatangan dan kepergian para pelaku," kata Rikwanto.
Diberitakan sebelumnya, John Kei yang juga pengusaha debt collector ini dibekuk aparat Polda Metro Jaya pada Jumat (17/2/2012) malam di Hotel C'One, Pulomas, Jakarta Timur. John Kei disebut mendalangi pembunuhan terhadap Ayung. Ayung ditemukan tewas bersimbah darah di sebuah sofa kamar hotel Swiss-Belhotel, Sawah Besar, Jakarta Pusat pada Kamis (26/1/2012) malam.
Di dalam kasus tersebut, sebanyak enam orang sudah ditahan di Polda Metro Jaya. Mereka adalah Tuce Kei, Ancola Kei, Candra Kei, Dani Res, Kupra, dan John Kei. John Kei disebut polisi sebagai otak pembunuhan itu.
John Kei harus ditolak berada di Jakarta
Ratusan kelompok warga dari terdiri FBR dan Forkabi, warga Timor serta Flores dan kelompok Ternate mendatangi Markas Besar Polri, di Gedung Barhakam Polri, Rabu (22/2/2012) sore. Mereka melakukan unjuk rasa dengan maksud meminta agar polisi memberikan hukuman mati kepada John Kei yang selama ini dianggap sebagai preman keji.
Massa datang dengan menggunakan puluhan sepeda motor. Dalam aksi ini mereka membawa poster dan spanduk yang menghujat perilaku John Kei selama berada di Jakarta. Beberapa tulisan di antaranya, "Bebaskan Tanah Betawi dari John Kei" dan "Hukum Mati John Kei".
"Kami dukung polisi untuk menjebloskan John Kei ke penjara. John Kei di Jakarta tidak ada apa-apanya. Sebaiknya beri hukuman yang seberat-beratnya. Dia membuat investor dan pengusaha takut untuk buka usaha di sini karena tindakan premanismenya," ujar orator demo tersebut.
Aksi mereka sempat membuat kemacetan panjang di Jalan Trunojoyo dan jalan menuju pintu keluar Terminal Blok M. Saat berita ini diturunkan, banyaknya pengunjuk rasa membuat akses dari Jalan Trunojoyo menuju ke Jalan Tirtayasa (STM Penerbangan) ditutup dan arus dialihkan ke arah Terminal Blok M. Sejumlah wakil pemuda dari Indonesia Timur ini tengah menemui Humas Polri dan menyampaikan maksud kedatangan mereka.
Dengan mengikat kepala mereka memakai seutas tali rafia merah, para pendemo menyebut John Kei otak dari kasus rusuh Blowfish di Ampera, beberapa tahun lalu. Mereka mengatakan siap memberikan bukti kepada polisi asalkan kasus John dituntaskan, termasuk kasus-kasus premanisme, yang mereka katakan, telah banyak menghantui Jakarta.
"Kami juga bekas teman dekat dia, bukti ada, kami siap dukung Polri. Dia mengatasnamakan Kei dalam aksi-aksinya. Kami orang Kei tidak seperti itu. Tindak kekerasan itu melanggar hukum. Kami dukung polisi usut John Kei dan anak-anak buahnya," ujar Daud Kei, salah satu kenalan John yang mengaku tak menyukai tingkah laku John yang semena-mena.
Kini mereka tengah berorasi di depan Barhakam sembari menunggu pertemuan wakil pemuda dan Humas Polri. Dari pantauan Kompas.com, polisi yang berjaga-jaga mencapai 200 orang, termasuk di dalamnya pasukan Brimob Polri. Hadir dalam aksi itu juga, Kepala Polres Jakarta Selatan Komisaris Besar Imam Sugianto yang memantau jalannya pengamanan unjuk rasa.
via Kompas.com dan Tempo.co
0 komentar :
Post a Comment