Serangga Tomcat di Indonesia banyak dikenal sebagai 'Semut Semai' atau 'Kumbang Rove'. Serangga 'Tomcat' biasanya berada tinggal di pohon bakau atau mangrove.
Tomcat juga masuk ke dalam keluarga serangga kumbang Staphylinidae, yang mana terbagi menjadi empat jenis yakni Ocypus sp., Tachyporus Obtusus, Ocypus Olens dan Paederus Littoralis.
Tomcat memiliki warna tubuh kuning gelap bergaris hijau dan kepala berwarna gelap. Tubuhnya bersayap meski kadang-kadang merayap. Meski kumbang Tomcat tidak menggigit atau menyengat, kumbang tersebut dapat mengeluarkan toksin atau racun bila bersentuhan dengan kulit manusia secara langsung
Tomcat sesungguhnya adalah sahabat para petani karena termasuk jenis Paederus yang berguna untuk mengusir hama seperti wereng. Wereng merupakan mangsa bagi serangga Tomcat.
Warga juga diharapkan agar tidak panik menghadapi serangan Tomcat ini karena racunnya tidak mematikan. Wabah Tomcat itu hanya merupakan tindakan mempertahankan diri dari ancaman musuh. Tomcat sebenarnya tidak bermusuhan dengan manusia.
Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kudus, Budi Santoso, mengungkapkan serangga jenis Paederus fuscipes atau kumbang Tomcat memberikan manfaat bagi petani, karena bisa dijadikan sebagai predator bagi hama wereng.
"Bahkan, hama lain yang sering mengganggu komoditas tanaman padi juga bisa dikurangi dengan memanfaatkan serangga tersebut," ujarnya di Kudus, Rabu. Untuk itu, kata dia, masyarakat tidak perlu membasmi serangga tersebut, karena bisa dimanfaatkan di bidang pertanian.
Pembasmian serangga ketika muncul hingga ke pemukiman penduduk, katanya, memang diperlukan, karena cukup meresahkan masyarakat, terutama ketika terkena cairan yang keluar dari tubuhnya sebagai bentuk pertahanan diri hewan tersebut.
Ketika hewan tersebut menempel di kulit, katanya, tidak perlu dibunuh seketika, melainkan cukup diusir agar tidak sampai mengeluarkan cairan ketika menempel di kulit agar tidak terkena iritasi.
"Dampak yang ditimbulkan bukan akibat gigitan, melainkan karena keluarnya cairan dari hewan tersebut kemudian menempel di kulit yang menyebabkan terjadinya iritasi, seperti menyebabkan kulit menjadi panas, memerah serta menimbulkan benjolan yang terasa perih," ujarnya.
Ia mengimbau, masyarakat yang menjumpai serangga tersebut, lebih aman menghindarinya agar tidak terjadi kontak dengan kulit. Meskipun memberikan manfaat di bidang pertanian, katanya, petani tetap harus waspada agar tidak terkena cairan dari serangga tersebut, yang saat ini cukup heboh di masyarakat.
Musim yang tidak menentu seperti sekarang, katanya, berpotensi terjadinya serangan hama wereng, sehingga petani harus rajin membersihkan tanamannya dari hama tersebut agar tidak berkembang biak.
Sementara itu, salah seorang petani asal Desa Undaan Kidul, Kecamatan Undaan, Kudus, Hadi Sucahyono mengaku, belum pernah memanfaatkan serangga tersebut sebagai predator bagi hama wereng.
"Jika memang memberikan manfaat, tidak ada salahnya dilakukan penelitian lebih lanjut agar bisa meringankan petani dalam membasmi hama wereng," ujarnya.
Sumber:
0 komentar :
Post a Comment